Kisah 10
Bersaudara Penghafal Al-Qur’an dari Indonesia
Setiap
orang tua muslim pasti ingin memiliki anak-anak yang hafal Al-Qur’an dan
berprestasi. Apalagi para kader dakwah yang sangat menyadari bahwa keluarga
merupakan sasaran dakwah yang kedua; ishlahul usrah, setelah ishlahul
fardi. Buku 10 Bersaudara Bintang Al-Qur’an ini merupakan sebuah karya yang
(seperti kata Ustadz Yusuf Mansur) akan menginspirasi banyak keluarga di tanah
air. Ternyata membesarkan anak di masa sekarang untuk menjadi hafizh Al-Qur’an
bukan sesuatu yang mustahil.
Buku
ini adalah kisah nyata sebuah keluarga muslim di Indonesia. Keluarga dakwah.
Keluarga yang mampu menjadikan 10 orang buah hati mereka sebagai anak-anak yang
shalih, hafal Al-Qur’an dan berprestasi. Keluarga luar biasa itu adalah
pasangan suami istri Mutammimul Ula dan Wirianingsih beserta 10 putra-putri
mereka. Yang lebih luar biasa lagi adalah, kedua orang tua ini tergolong super
sibuk dengan berbagai aktifitas dakwahnya. Mutammimul Ula adalah anggota DPR RI
dari fraksi PKS. Sedangkan Wirianingsih adalah Staf Departemen Kaderisasi DPP
PKS sekaligus Ketua Aliansi Selamatkan Anak (ASA) Indonesia dan Ketua Umum PP
Salimah (Persaudaraan Muslimah) yang cabangnya sudah tersebar di 29 propinsi
dan lebih dari 400 daerah di Indonesia.
10
bersaudara bintang Al-Qur’an itu adalah :
1.
Afzalurahman Assalam
Putra pertama.
Hafal Al-Qur’an pada usia 13 tahun. Saat buku ini ditulis usianya 23 tahun,
semester akhir Teknik Geofisika ITB. Juara I MTQ Putra Pelajar SMU se-Solo,
Ketua Pembinaan Majelis Taklim Salman ITB dan terpilih sebagai peserta
Pertamina Youth Programme 2007.
2.
Faris Jihady Hanifa
Putra kedua. Hafal
Al-Qur’an pada usia 10 tahun dengan predikat mumtaz. Saat buku ini ditulis
usianya 21 tahun dan duduk di semester 7 Fakultas Syariat LIPIA. Peraih juara I
lomba tahfizh Al-Qur’an yang diselenggarakan oleh kerajaan Saudi di Jakarta
tahun 2003, juara olimpiade IPS tingkat SMA yang diselenggarakan UNJ tahun
2004, dan sekarang menjadi Sekretaris Umum KAMMI Jakarta.
3.
Maryam Qonitat
Putri ketiga.
Hafal Al-Qur’an sejak usia 16 tahun. Saat buku ini ditulis usianya 19 tahun dan
duduk di semester V Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo. Pelajar
teladan dan lulusan terbaik Pesantren Husnul Khatimah 2006. Sekarang juga
menghafal hadits dan mendapatkan sanad Rasulullah dari Syaikh Al-Azhar.
4.
Scientia Afifah Taibah
Putri keempat.
Hafal 29 juz sejak SMA. Kini usianya 19 tahun dan duduk di Fakultas Hukum
Universitas Indonesia (UI). Saat SMP menjadi pelajar teladan dan saat SMA
memperoleh juara III lomba Murottal Al-Qur’an tingkat SMA se-Jakarta Selatan.
5.
Ahmad Rasikh ‘Ilmi
Putra kelima. Saat
buku ini ditulis hafal 15 juz Al-Qur’an, dan duduk di MA Husnul Khatimah,
Kuningan. Ia lulusan terbaik SMPIT Al-Kahfi, juara I Kompetisi English Club
Al-Kahfi dan menjadi musyrif bahasa Arab MA Husnul Khatimah.
6.
Ismail Ghulam Halim
Putra keenam. Saat
buku ini ditulis hafal 13 juz Al-Qur’an, dan duduk di SMAIT Al-Kahfi Bogor. Ia
lulusan terbaik SMPIT Al-Kahfi, juara lomba pidato bahasa Arab SMP se-Jawa
Barat, serta santri teladan, santri favorit, juara umum dan tahfizh terbaik
tiga tahun berturut-turut di SMPIT Al-Kahfi.
7.
Yusuf Zaim Hakim
Putra ketujuh.
Saat buku ini ditulis ia hafal 9 juz Al-Qur’an dan duduk di SMPIT Al-Kahfi,
Bogor. Prestasinya antara lain: peringkat I di SDIT, peringkat I SMP, juara
harapan I Olimpiade Fisika tingkat Kabupaten Bogor, dan finalis Kompetisi
tingkat Kabupaten Bogor.
8.
Muhammad Syaihul Basyir
Putra kedelapan.
Saat buku ini ia duduk di MTs Darul Qur’an, Bogor. Yang sangat istimewa adalah,
ia sudah hafal Al-Qur’an 30 juz pada saat kelas 6 SD.
9.
Hadi Sabila Rosyad
Putra kesembilan.
Saat buku ini ditulis ia bersekolah di SDIT Al-Hikmah, Mampang, Jakarta Selatan
dan hafal 2 juz Al-Qur’an. Diantara prestasinya dalah juara I lomba membaca
puisi.
10.
Himmaty Muyassarah
Putri kesepuluh.
Saat buku ini ditulis ia bersekolah di SDIT Al-Hikmah, Mampang, Jakarta Selatan
dan hafal 2 juz Al-Qur’an.
Buku
10 Bersaudara Bintang Al-Qur’an ini tidak hanya berisi bagaimana putra-putri
Mutammimul Ula dan Wirianingsih menjadi penghafal Al-Qur’an. Di bagian
pendahuluan terlebih dahulu dibahas Fakta Kemahaagungan Allah Menjaga Kemurnian
Al-Qur’an sampai Akhir Zaman. Meliputi pembagian Al-Qur’an, Al-Qur’an sebagai
Mukjizat, Sejarah Turunnya Al-Qur’an Kodifikasi Al-Qur’an, sampai Sejarah
Pemeliharaan Kemurnian Al-Qur’an.
Pada
bab 5 juga dibahas mengapa menjadi hafizh Al-Qur’an begitu penting. Penulis
mengklasifikasikannya menjadi 2 bagian: fadhail dunia dan fadhail akhirat.
Fadhail dunia antara lain: hifzhul Qur’an merupakan nikmat rabbani,
mendatangkan kebaikan, berkah dan rahmat bagi penghafalnya, hafizh Qur’an
mendapat penghargaan khusus dari Nabi (tasyrif nabawi), keluarga Allah di muka
bumi. Sedangkan fadhail akhirat meliputi: Al-Qur’an menjadi penolong (syafaat)
penghafalnya, meninggikan derajat di surga, penghafal Al-Qur’an bersama para
malaikat yang mulia dan taat, diberi tajul karamah (mahkota kemuliaan), kedua
orangtuanya diberi kemuliaan, dan pahala yang melimpah.
Apa Kuncinya?
Apa
kunci sukses keluarga Mutammimul Ula dan Wirianingsih mendidik 10 bersaudara
bintang Al-Qur’an itu? Keseimbangan proses. Walapun mereka berdua sibuk, mereka
telah menetapkan pola hubungan keluarga yang saling bertanggungjawab dan
konsisten satu sama lain. Selepas
Maghrib adalah jadwal mereka berinteraksi dengan Al-Qur’an.
Beberapa
hal yang mendukung kesuksesan ini adalah upaya mereka menjaga kondisi ruhiyah
dalam keluarga:
1.
Tidak ada televisi di dalam
rumah
2.
Tidak ada gambar syubhat
3.
Tidak ada musik-musik
laghwi yang menyebabkan lalai kepada Allah dan diganti dengan nasyid
4.
Tidak ada perkataan yang
fashiyah (kotor)
Hal
yang cukup mendasar yang dimiliki keluarga ini sehingga mampu mendidik 10
bersaudara bintang Al-Qur’an adalah visi dan konsep yang jelas, yakni
menjadikan putra-putrinya seluruhnya hafal Al-Qur’an. Kedua, pembiasaan dan
manajemen waktu. Setelah Shubuh dan setelah Maghrib adalah waktu khusus untuk
Al-Qur’an yang tidak boleh dilanggar dalam keluarga ini. Sewaktu masih batita,
Wirianingsih konsisten membaca Al-Qur’an
di dekat mereka, mengajarkannya, bahkan mendirikan TPQ di rumahnya. Ketiga,
mengkomunikasikan tujuan dan memberikan hadiah. Meskipun kebanyakan di waktu
kecil mereka merasa terpaksa, namun saat sudah besar mereka memahami menghafal
Al-Qur’an sebagai hal yang sangat perlu, penting, bahkan kebutuhan. Komunikasi
yang baik sangat mendukung hal ini. Dan saat anak-anak mampu menghafal
Al-Qur’an, mereka diberi hadiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar