Jumat, 09 Desember 2016

Fitrah Manusia dan Teori-teori Jiwa Beragama



FITRAH MANUSIA DAN TEORI-TEORI JIWA BERAGAMA

Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah : Psikologi Agama
Dosen Pengampu : Drs. H. Rozikin Daman, M.Ag
Kelas : M Reguler Sore 

logo stain.png
Disusun oleh :
Kelompok 2
Nur Khamidah                2021214447
Alif Fathu Rizal              2021214482
M. Yusuf Azhari             2021214486

JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2015
 


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah yang dibekali beberapa potensi yakni potensi yang ada dalam jasmani. Bekal yang dimiliki manusia tidak hanya berupa asupan positif. Dalam diri manusia tercipta satu potensi juga yang diberi nama hawa nafsu. Hawa nafsu sering membawa manusia lupa dan ingkar dengan fitrahnya sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Untuk itu manusia perlu mengembangkan asupan positif yang ada dalam dirinya untuk mencapai fitrah tersebut.
Manusia merupakan makhluk pilihan Allah untuk mengemban tugas sebagai khalifah dan Abdullah. Untuk mengaktualisasikan kedua tugas tersebut manusia dibekali dengan potensi-potensi yang berupa ruh, nafs, aqal, dan qalb seperti yang dibahas oleh pemakalah sebelumnya. Pembahasan kali ini mengenai fitrah dan potensi beragama yang akan mengupas dan menjelaskan hal-hal yang berhubungan dengan keduanya. Yang nantinya  diharapkan agar dengan penjelasan tersebut kita menjadi paham dan dapat mengambil hikmah di dalamnya.
Pada diri manusia terdapat keinginan untuk mengabdikan dirinya kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggapnya sebagai zat yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Keinginan itu terdapat pada setiap kelompok, golongan, atau masyarakat manusia dari yang paling primitif hingga yang paling modern.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa saja macam-macam kebutuhan manusia?
2.    Mengapa fitrah manusia dikaitkan dalam beragama?
3.    Apa saja teori-teori mengenai sumber jiwa beragama?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Macam-macam Kebutuhan Manusia
Menurut Jalaluddin dan Ramayulius, hampir seluruh ahli psikologi berpendapat bahwa keinginan dan kebutuhan manusia tidak hanya terbatas pada kebutuhan makan, minum, pakaian, maupun kenikmatan-kenikmatan lainnya. Berdasarkan hasil riset dan observasi, dalam diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal dan melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencinta dan dicintai Tuhan, yakni kebutuhan terhadap agama. Kebutuhan ini disebut fitrah manusia. Oleh karena itu kebutuhan terhadap agama telah ada sejak manusia lahir, dari zaman primitif, yakni awal penciptaan manusia yaitu Nabi Adam AS hingga zaman sekarang.[1]
Sebelum kita membahas kebutuhan manusia yang bersifat kodrati ini, terlebih dahulu kita akan membahas macam-macam kebutuhan manusia.
1.    Kebutuhan Individu
Menurut Zakiah Darajat dalam bukunya “Peranan Agama dalam Kesehatan Mental” kebutuhan manusia dibagi atas dua kebutuhan pokok, antara lain[2] :
1)   Kebutuhan Primer
Selain kebutuhan makan, minum, tidur, dan lain sebagainya, kebutuhan primer manusia meliputi :
a)    Kebutuhan seks
b)   Kebutuhan perlindungan dan keselamatan
c)    Kebutuhan pencegahan
d)   Kebutuhan ingin tahu
e)    Kebutuhan humor[3]
2)   Kebutuhan Sekunder
a)    Kebutuhan rasa kasih sayang
b)   Kebutuhan rasa aman
c)    Kebutuhan rasa harga diri
d)   Kebutuhan rasa bebas
e)    Kebutuhan sukses
f)    Kebutuhan rasa ingin tahu[4]
2.    Kebutuhan Sosial
1)   Pujian dan kritikan
2)   Kekuasaan dan mengalah
3)   Pergaulan
4)   Imitasi dan simpati
5)   Perhatian[5]
3.    Kebutuhan Terhadap Agama
Agama merupakan sifat manusia yang tidak dapat dipisahkan dari manusia itu sendiri. Dari sejarah keagamaan telah terbukti bahwa manusia sejak zaman Nabi Adam sampai sekarang ini walau dalam kualitas yang berbeda-beda senantiasa terkait dengan kepercayaan kepada sesuatu yang ghaib yang dipandang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan, bahkan dalam tingkat yang tertinggi diyakini sebagai tempat mempertaruhkan kehidupan.[6]
Dr. Howard Clinebell mengemukakan sembilan buah kebutuhan dasar spiritual manusia yaitu :
1)   Kebutuhan kepercayaan dasar bahwa hidup ini adalah ibadah
2)   Kebutuhan makna hidup, tujuan hidup dalam membangun hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.
3)   Kebutuhan komitmen peribadatan dan hubungannya dalam hidup keseharian.
4)   Kebutuhan pengisian keimanan.
5)   Kebutuhan bebas dari rasa bersalah dan berdosa.
6)   Kebutuhan penerimaan diri dan harga diri.
7)   Kebutuhan rasa aman, terjamin dari keselamatan terhadap harapan masa depan.
8)   Kebutuhan terpelihara interaksi dengan alam dan sesama manusia.
9)   Kebutuhan kehidupan bermasyarakat dengan nilai-nilai religius.[7]
Ahmad Yunani mengemukakan bahwa tatkala Allah memberikan nikmat berfikir dan daya penelitian, diberi pula rasa bingung, bimbang, dan takut dalam belajar memahami dan mengenali alam. Sehingga mendorong untuk mencari-cari suatu kekuatan yang dapat menolong dan melindunginya. Dengan demikian berangsurnya waktu maka timbullah beberapa kegiatan penyembahan terhadap benda-benda yang diyakini mempunyai kekuatan. Jadi, ada suatu dorongan yang menyebabkan manusia cenderung untuk mengakui adanya suatu zat yang kodrati. Manusia akan senantiasa terdorong ke arah perbuatan dengan memperagakan diri dalam bentuk pengabdian kepada Dzat Yang Maha Tinggi.[8]




B.  Kebutuhan Terhadap Agama Islam Sebagai Fitrah Manusia
Dalam kamus Bahasa Indonesia Fitrah diartikan “kembali ke suci”.[9] Menurut ajaran agama islam fitrah berarti kecenderungan terhadap agama islam. Kata fitrah juga disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(QS.Ar-Rum ayat 30).[10]
Adapun yang dimaksud Fitrah Allah yaitu ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan. [11]
Mushthafa Al-Maraghi menafsirkan ayat di atas sebagai berikut:
Tetaplah pada tabiat yang telah ditetapkan oleh Allah pada diri manusia, maka Allah menjadikan fitrah mereka itu cenderung kepada tauhid itu sendiri dengan petunjuk yang benar dan berasal dan akal.” Menurut Mushthafa Al-Maraghi fitrah berarti kesanggupan menerima kebenaran. Secara fitri manusia lahir cenderung berusaha mencari dan menerima kebenaran. Akan tetapi adakalanya faktor eksternal dapat mempengaruhi sehingga manusia berpaling dari kebenaran. Dengan demikian tujuan hidup manusia adalah dari, oleh, dan, untuk kebenaran mutlak.[12]
Dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Seseorang tidak dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang menjadikan Yahudi, Nasrani, dan Majusi.” Menurut Ibnu Taimiyah kata fitrah di atas memiliki makna al-islam. Menurut Syaikh Tantawi Jauhari, manusia lahir bagaikan lembaran kosong yang siap menerima stimulan yang baik maupun yang jahat, secara alamiah cenderung menerima yang baik. Adapun timbulnya dari luar karena faktor eksternal. Fitrah ini kemudian menjadi suatu karakter yang baik yang berkembang menuju kesempurnaan.[13]

C.  Teori-teori Jiwa Beragama
1.    Teori Monistik
Menurut teori ini sumber kejiwaaan agama adalah satu sumber kejiwaan. Para ahli yang mengemukakan demikian berbeda pendapat dalam menentukan sumber tunggal manakah yang paling dominan. Berikut pendapat para ahli :
1)   Thomas Van Aquino berpendapat bahwa berfikir adalah sumber kejiwaan agama
2)   Fredick Hegel hampir sama dengan Thomas Van Aquino, hanya saja ia juga mengatakan agama adalah pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran abadi.
3)   Fredick Schleimacher mengatakan rasa ketergantungan yang mutlak adalah sumber keagamaan.
4)   Rudolf Otto  berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggapnya lain dari yang lain.
5)   Sigmund Frend berpendapat naluri seksual adalah unsur kejiwaan yang menjadi sumber kejiwaan agama.
6)   William Mac Dougall mengatakan bahwa sumber kejiwaan agama merupakan kumpulan dari beberapa insting.[14]


2.    Teori Fakulti
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia (termasuk yang bersifat keagamaan) bersumber atas beberapa unsur yang dianggap memegang peranan penting yaitu cipta, rasa, dan karsa.[15]
1)      Cipta
Cipta merupakan fungsi intelektual jiwa manusia. Contoh pengaruh dari fungsi cipta ini yaitu ilmu kalam. Unsur ini mengutamakan kemampuan  berfikir yang sehat dan masuk akal. Fungsi cipta yaitu berperan untuk menentukan benar atau tidaknya ajaran suatu agama berdasarkan pertimbangan intelek seseorang.[16]
2)      Rasa
Rasa merupakan suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang. Gunanya adalah untuk memberi makna dalam kehidupan beragama dengan melalui penghayatan yang seksama dan mendalam sehingga ajaran itu tampak hidup. Sedangkan fungsinya yaitu menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama.[17]
3)      Karsa
Karsa merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia. Karsa berfungsi mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama berdasarkan fungsi kejiwaan.[18]
Adapun  beberapa pendapat teori fakulti antara lain :
a)        G.M. Straton mengatakan yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah konflik, yaitu keadaan yang berlawanan. Konflik kejiwaan yang mendasar yaitu :
·      Life-urge ialah keinginan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari keadaan terdahulu agar terus berlanjut.
·      Death-urge ialah keinginan untuk kembali ke keadaan semula sebagai benda mati. Keinginan ini timbul didorong oleh ketakutan akan hari akhirat.[19]
b)        Zakiah Daradjat
Seperti yang telah dipaparkan di atas, bahwa selain kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani manusia mempunyai kebutuhan pokok. Kebutuhan tersebut yaitu kebutuhan keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan. Unsur kebutuhan yang dimaksud telah disebutkan di atas pada point kebutuhan sekunder. Keenam kebutuhan tersebut menyebabkan orang memerlukan agama.[20]
c)        W.H. Thomas
Menurut W.H. Thomas yang menjadi sumber kejiwaan agama adalah empat macam keinginan dasar yang ada dalam jiwa manusia yaitu :
·      Keinginan untuk keselamatan
·      Keinginan untuk mendapatkan penghargaan
·      Keinginan untuk ditanggapi
·      Keinginan akan pengetahuan atau pengalaman baru[21]






BAB III
KESIMPULAN

Keinginan dan kebutuhan manusia tidak hanya terbatas pada kebutuhan makan, minum, pakaian, maupun kenikmatan-kenikmatan lainnya. Berdasarkan hasil riset dan observasi, dalam diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal dan melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Menurut Ibnu Taimiyah kata fitrah dalam hadits Nabi yang disebutkan di atas memiliki makna al-islam. Menurut Syaikh Tantawi Jauhari, manusia lahir bagaikan lembaran kosong yang siap menerima stimulan yang baik maupun yang jahat, secara alamiah cenderung menerima yang baik. Adapun timbulnya dari luar karena faktor eksternal.
Yang dimaksud Fitrah Allah dalam Q.S Ar-Ruum ayat 30 yaitu ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.
Teori Monistik mengatakan bahwa sumber kejiwaaan agama adalah satu sumber kejiwaan. Para ahli yang mengemukakan demikian berbeda pendapat dalam menentukan sumber tunggal manakah yang paling dominan.
Teori Fakulti berpendapat bahwa tingkah laku manusia (termasuk yang bersifat keagamaan) bersumber atas beberapa unsur yang dianggap memegang peranan penting yaitu cipta, rasa, dan karsa.







                                             DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Bambang Syamsul. 2008. Psikologi Agama. Bandung : Pustaka Setia
Ramayulis. 2002. Psikologi Agama. Jakarta : Kalam Mulia
Ws, Indrawan. Tanpa Tahun. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jombang : Lintas Media
Departemen  Agama RI. 2013. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung : CV Penerbit Diponegoro
Jalaluddin. 2001.  Psikologi Agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada



[1] Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, Cet. Ke-1, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) Hlm. 37
[2] Ramayulis, Psikologi Agama, Cet. Ke-10, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002) Hlm. 26
[3] Ramayulis, Op.Cit, Hlm. 26-30
[4] Ramayulis, Op.Cit, Hlm. 30-32
[5] Ramayulis, Op.Cit, Hlm. 32-33
[6] Ramayulis, Op.Cit, Hlm. 33
[7] Ramayulis, Op.Cit, Hlm. 34
[8] Ramayulis, Op.Cit, Hlm. 34
[9] Indrawan Ws, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, ( Jombang : Lintas Media, Tanpa Tahun) Hlm. 160
[10] Ramayulis, Op.Cit, Hlm, 35-36
[11] Departemen  Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Cet. Ke-10 ( Bandung : CV Penerbit Diponegoro, 2013) Hlm. 325 dan 505
[12] Ramayulis, Op.Cit, Hlm. 36
[13] Ramayulis, Op.Cit, Hlm, 37-38
[14] Jalaluddin, Psikologi Agama, Cet. Ke-5 ( Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001) Hlm. 54-56
[15] Jalaluddin, Op.Cit. Hlm. 56
[16] Jalaluddin, Op.Cit. Hlm. 57-58
[17] Jalaluddin, Op.Cit.
[18] Jalaluddin, Op.Cit. Hlm. 58
[19] Jalaluddin, Op.Cit. Hlm. 59-60
[20] Jalaluddin, Op.Cit. Hlm. 60-62
[21] Jalaluddin, Op.Cit. Hlm. 62-63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar